Jakarta. Kementerian Agama Islam mengadakan kegiatan dalam rangka peningkatan kualitas penelitian tentang kajian keislaman yaitu Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke – 19 di Hotel Mercure Batavia Jakarta pada tanggal 1-4 Oktober 2019. Kegiatan ini mengambil tema Digital Islam, Education and Youth : Changing Landscape of Indonesian Islam. Kegiatan ini dihadiri oleh Dirjen Pendidikan islam, Direktur Pendidikan Tinggi Islam, Rektor UIN/IAIN, dan ketua STAIN. Kegiatan AICIS ke-19 juga diikuti oleh panelis dari 450 artikel yang lolos dari 1300 artikel yang terdaftar. Selain itu juga dihadiri 1700 peserta baik dari dalam dan luar negeri. Ada 19 utusan negara yang menghadiri kegiatan konferensi AICIS ke-19 tahu ini. Semua hadir dalam rangka berdiskusi tentang isu-isu yang sedang berkembang saat ini baik dalam negeri maupun luar negeri.

Kegiatan ini dibuka oleh bapak Menteri Rudiantara. Dalam sambutan belaiu, beliau menjelaskan era sekarang sudah memasuki era digital yang segala sesuatu menggunakan teknologi informasi. Sehingga peran kementerian agama sangat penting untuk mengembangkan tentang agama menggunakan media yang berbasis digital. Pak Rudiantara mengharapkan perlu pengembangan digital dalam kajian keislaman sebagai usaha melawan radikalisme. Sambutan lain dari bapak Dirjen Kependidikan Agama bapak Kamaruddin Amin, beliau mengelola seribu perguruan tinggi islam, 72 ribu pendidikan dasar dan menengah, 30 ribu pesantren, dan 7 juta madrasah. Stake holder yang besar itu merupakan modal yang besar untuk memerangi hoaks. Sehingga dalam dunia digital hoaks perlu dilawan dengan berbagi publikasi berbasis digital. Selain pengembangan budaya keilmuan dosen juga harus dikembangkan. Karena guru besar di naungan kemenag masih 4% dari total dosen secara keseluruhan. Usaha ini merupakan tanggung jawab bersama dengan usaha publikasi dan perbaikan kualitas penelitian seperti kegiatan AICIS yang dilangsungkan tiap tahun.

Dari 450 panelis, dua dosen PGMI IAIN Ponorogo terpilih mengikuti kegiatan ini. Mereka adalah Sofwan Hadi menjadi chair dan Weni Tria Anugerah Putri menjadi panelis dalam kegiatan tersebut. Sofwan Hadi masuk dalam topik Islamic Education from Thories to Practies, sedangkan Weni masuk dalam topik Islamic Value Within Literatures of Millenial Generation. Dari hasil kegiatan panelis Sofwan menegaskan bahwa pembelajaran Era 4.0 harus ramah dengan gawai. Karena siswa di sekolah saat ini sudah tidak asing lagi menggunakan HP untuk saling menginformasikan segala info kepada teman. Selain itu beberapa peneliti juga sudah mulai mengembangkan media pembelajaran menggunakan bantuan teknologi informatika. Tidak hanya itu, peguruan tinggi sudah banyak yang mengembangkan pembelajaran via daring, salah satunya PPG dan Universitas Terbuka. Hal itu menjadi tantangan perguruan tinggi untuk mendesain pembelajaran dengan mengambangkan teknologi informasi, tentunya perlu beberapa kebijakan dan sumber daya yang memadai.